Selasa, 13 Agustus 2013

Persoalan Pokok Rakyat Papua dan Jalan Keluarnya

Rinto Kogoya (Ketum KPP AMP
Oleh:Rinto Kogoya
“Tulisan ini saya persembahkan kepada Rakyat Papua dalam perayaan 50 Tahun Aneksasi atau Pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Dan refleksi bagi rakyat dan organisasi-organisasi Perlawanan di Papua yang mencita-citakan Pembebasan Nasional Rakyat dan Bangsa Papua dari Penidasan oleh Kolonialisme Indonesia, Imperialisme dan Militerisme”
Situasi Papua dewasa ini yang diperhadapkan dengan berbagai persoalan dalam berbagai segi kehidupan baik dari aspek ekonomi politik maupun sosial dan kebudayaan tidak terlepas dari sejarah perkembangan kehidupan Rakyat Papua. Jika kita menyimak bagaiman awal gagasan pembentukan Bangsa Papua oleh kaum intelektual Papua pada dekade 1960an tentunya mereka memiliki cita-cita agar Rakyat Papua dapat membangun Bangsa dan Tanah Airnya dengan lebih baik, lebih demokratis, lebih adil dan lebih manusiawi dan lebih sejahtera di negerinya.

PERJANJIAN NEW YORK 15 AGUSTUS 1962

Perjanjian ini muncul akibat adanya dukungan Persenjataan Rusia kepada Pemerintah Indonesia melalui Politik President Soekarno untuk menolak Hak Penduduk Pribumi Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri yang dibersiapkan Kerajaan Belanda. Akibatnya Badan Inteligen Amerika (CIA) mengutus Mr. Elsworth Bunker untuk berunding dengan Soekarno dan Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Luns untuk mencari solusi agar Indonesia bisa memberhentikkan Partai Komunisnya dan Persenjataan Militernya dari Rusia. Usul Soekarno yaitu agar Belanda segera menyerahkan Administrasi Negara Papua Barat kepada Indonesia sedangkan usul DR. Joseph Luns yaitu Indonesia harus bersedia memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri kepada Rakyat Pribumi Papua. Selanjutnya Bunker membuat suatu Rancangan yang dikenal dengan nama USULAN/RANCANGAN Bunker yang dimuat dalam Surat Rahasia Presiden Amerika J. F. Kennedy yang berbunyi “Bapak Ellsworth Bunker, yang telah melakukan tugas moderator dalam pembicaraan rahasia antara Belanda dan Indonesia, telah menyiapkan formula yang akan mengizinkan Belanda untuk menghidupkan kontrol administrative di wilayah Papua Barat ke administrator PBB.

SERUAN AKSI


Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.

Perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang ““Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB ‘UNTEA’ kepada Indonesia.

Jumat, 05 Juli 2013

Keputusan PANGLIMA TERTINGGI KOMANDO REVOLUSI TRWP/WPRA



WEST PAPUA REVOLUTIONARY ARMY 

TENTARA REVOLUSI WEST PAPUA


KEPUTUSAN PANGLIMA TERTINGGI KOMANDO REVOLUSI

NOMOR:002/A/PANGTIKOR-TRWP/SK/MPP-VI/2009 



TENTANG 

PENGGUNAAN NAMA ATAU ISTILAH DALAM ORGANISASI DAN NAMA NEGARA


Atas nama segenap komunitas makhluk dan tanah serta bangsa Papua yang telah gugur di medan perjuangan ataupun yang masih hidup dan yang akan lahir; atas berkat dan anugerah Sang Khalik langit dan Bumi, Panglima Tertinggi Tentara Revolusi Papua Barat.





PERJANJIAN NEW YORK 15 AGUSTUS 1962


Perjanjian ini muncul akibat adanya dukungan Persenjataan Rusia kepada Pemerintah Indonesia melalui Politik President Soekarno untuk menolak Hak Penduduk Pribumi Papua untuk Menentukan Nasibnya Sendiri yang dibersiapkan Kerajaan Belanda. Akibatnya Badan Inteligen Amerika (CIA) mengutus Mr. Elsworth Bunker untuk berunding dengan Soekarno dan Menteri Luar Negeri Belanda DR. Joseph Luns untuk mencari solusi agar Indonesia bisa memberhentikkan Partai Komunisnya dan Persenjataan Militernya dari Rusia.

Waspada ! Densus 88 Di Papua, Upaya Pengalihan Isu Oleh indonesia




Papua - Rentetan peristiwa penangkapan, pengejaran dan penggeledahan yang dilakukan oleh Aparat Gabungan Indonesia  terhadap Para Aktivis dan Sekretariat – Sekretariat Aktifis Papua yang marak terjadi belakangan ini di Papua, jelas menunjukan bahwa Indonesia sedang dengan sengaja membungkam Kebebasan Berdemokrasi dan Berekspresi di Tanah Papua.

Parahnya lagi adalah rentetan peristiwa yang dilakukan oleh Militer Indonesia ini melibatkan Detasemen Khusus 88 ( Densus 88 ). Densus 88 sendiri merupakan kesatuan khusus yang dibuat dan dibiayai oleh Pemerintah Australia guna menangani berbagai kasus terorisme di Indonesia, namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah :

Translate


Nama
Email

Komentar:


 
Copyright © 2011~ Aliansi Mahsiswa Papua Komite Kota Solo ~SEJARAH AKAN MEMBEBASKAN-KU
Template modify by Alfrid Makewapai Dumupa